Grand Indonesia Bantah Korupsi Proyek dua Gedung

Grand Indonesia bantah telah korupsi proyek dua gedung - PT Grand Indonesia membantah pihaknya melakukan korupsi dalam built, operate, dan transfer (BOT) dengan PT Hotel Indonesia Natour (HIN) ketika membangun empat gedung di seputaran Hotel Indonesia pada 13 Mei 2004 silam. "Kerja sama antara Grand Indonesia dengan PT HIN sudah melewati proses yang sah dan juga transparan," tutur Juniver Girsang, selaku kuasa hukum PT Grand Indonesia, melalui siaran pers pada Minggu, (6/3/2016).
Juniver mengatakan, perjanjian itu sudah ditandatangani oleh berbagai pihak. Oleh karena itu dia menampik adanya tudingan kerugian negara, ketika Grand Indonesia membangun dua gedung baru di luar dari empat gedung yang sudah disepakati. “Tudingan bahwa pelaksanaan BOT ini merugikan negara sebesar Rp1,2 triliun karena pembangunan Menara BCA dan apartemen Kempinski itu tidak benar," ujar Juniver.
Justru, terus Juniver, PT HIN diuntungkan secara komersial lantaran tidak kehilangan kompensasi yang lebih besar atas adanya dua bangunan baru tersebut. PT HIN juga diuntungkan karena nilai bangunan yang diserahkan pada akhir masa BOT nanti pada 2055 itu akan jauh lebih besar dari nilai seharusnya. Tanpa menambah masa konsesi penerima hak BOT dan tidak mengurangi besarnya kompensasi tahunan yang diterima PT HIN.
Juniver menerangkan, pihaknya juga sudah melakukan kesepakatan secara resmi dengan Kementerian BUMN pada tahun 2004. Persetujuan itu tertuang pada Surat Nomor S-247/MBU/2004 tanggal 11 Mei 2004. Isi surat tersebut, BUMN menyepakati adanya BOT antara Grand Indonesia dan HIN.
Pengalihan pemegang BOT dari PT Cipta Karya Bersama Indonesia ke Grand Indonesia tidak dilakukan secara sepihak. "Dalam perjanjian BOT disebutkan bahwa penerima hak BOT adalah Grand Indonesia atau pihak-pihak lain yang ditunjuk secara tertulis oleh Grand Indonesia," paparnya.
Karena itu, Juniver membantah telah ada melanggar hukum dan tindak merugikan negara dalam pembangunan perkantoran Menara BCA dan apartemen Kempinski. Menurut dia, perkantoran dan apartemen tersebut termasuk kategori bangunan lainnya, seperti tercantum dalam perjanjian BOT.
Dia juga menegaskan sampai saat ini, Grand Indonesia tidak pernah menjaminkan sertifikat hak pengelolaan (HPL) atas nama HIN ke lembaga keuangan manapun untuk memperoleh pendanaan, karena sertifikat HPL itu berada dalam penguasaan HIN. "Yang dapat dijaminkan oleh Grand Indonesia adalah sertifikat hak guna bangunan (HGB) atas nama Grand Indonesia dan itu diperbolehkan dalam perjanjian BOT," kata Juniver.
Kejaksaan Agung saat ini tengah mengusut kasus pembangunan perkantoran Menara BCA dan apartemen Kempinski. Sebelumnya, Komisaris PT HIN Michael Umbas menduga Grand Indonesia melakukan korupsi dan tidak transparan saat menyampaikan laporannya kepada PT HIN.
Berita disadur dari: Tempo.co
Foto: www.grand-indonesia.com