Bumi Langitnya Pendidikan Kita

Sudah 70 tahun kita menikmati sebagai bangsa yang merdeka, hidup di negara dengan kekayaan alam tak terhingga denganorang-orang cerdas berilmu didalamnya. Lihat kemajuan yang negeri ini lakukan selama kurun waktu itu. Berbagai pembangunan sudah bisa kita nikmati. Indah dan megahnya gedung-gedung pencakar langit, jalanan yang mulus beraspal sampai canggihnya teknologi yang memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan. Benar-benar telah merubah bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang modern dengan pergaulan internasional. Luar Biasa...... !!
Modern, juga menyentuh komunikasi dan pendidikan. Komunikasi kini sudah jadi begitu mudah dilakukan. Tidak hanya berjarak antar kota, orang-orang dibelahan dunia berbeda kini dapat berbicara satu sama lain bahkan bertatap muka dalam waktu yang sama. Kemudahan fasilitas ini juga di adopsi oleh dunia pendidikan. Banyak sudah sekolah-sekolah dikota besar yang menginteraksikan anak didiknya dengan teknologi internet. Dari sekolah konvensional hingga homeschooling dimana guru yang datang ke rumah murid. Dari bahasa pengantar berbahasa Inggris, materi pelajaran hingga pemberian dan peyerahan tugas. Komunikasi antar murid, guru dan orang tua sudah tidak melulu dengan mengadakan rapat wali kelas melainkan bisa via group chat. Sudah begitu canggihnya teknologi pendidikan saat ini hingga begitu banyak orang-orang hebat yang dicetak negeri ini.
Mengimbangi majunya pembangungan negeri ini, modernisasi juga meng"inspirasi" gaya hidup menjadi ikut modern. Dimana anak-anak sekolah tidak lagi mendatangi rumah temannya untuk berangkat ke sekolah bersama, para orangtua di kota besar memfasilitasi anaknya dengan kendaraan pribadi untuk sampai ke sekolah. Nyetir sendiri atau dengan sopir, biar lebih aman dan cepat sampai alasannya. Terbukti dengan penuhnya parkiran di sekolah-sekolah favorit dengan kendaraan pribadi anak muridnya (bukan gurunya..).
Well, tak ada peraturan yang melarang selama mampu. Tapi tak ada salahnya juga kita melihat bagaimana keadaan pendidikan di bagian lain negeri tercinta ini. Ketika ruang kelas sekolah dikota besar masing-masing ber-AC sejuk dan nyaman, sayangnya di desa kecil siswa di enam kelas di sebuah sekolah terpaksa harus belajar di satu ruangan kelas berukuran 6x5 meter secara bergantian.
Saat matahari masih belum muncul puluhan siswa di Dusun Makula, Desa Kalimbua, sudah harus bergegas ke sekolah yang jaraknya sekitar enam kilometer dari ibu kota Kecamatan Tapango, Polewali Mandar. Mereka berusaha sudah tiba disekolah sebelum guru mereka sampai.Di sekolah ini siswa dari enam kelas ini harus belajar dalam satu ruang kelas di gedung sekolah yang mirip gudang pupuk. Sebelum tempat ini dibangun warga secara swadaya para siswa belajar menumpang di salah satu rumah warga. Agar para siswa bisa belajar memenuhi target kurikulum pendidikan nasional, guru di sekolah ini menyiasati keadaan dengan cara bergiliran belajar. Nurasia, siswa kelas V MI Makula mengaku tak nyaman belajar sambil bergabung dengan siswa enam kelas berbeda. Namun karena tidak ada pilihan, Nurasia mengaku pasrah saja dan menerima keadaan kondisi sekolah yang serba terbelakang dan miskin sarana.
Di Desa Ujung Limus, Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil, anak-anak SD harus ke sekolah dengan menggunakan perahu karena itu satu-satunya cara mereka dapat sampai ke sekolah. Bila sedang hujan atau arus deras banyak dari mereka tidak masuk sekolah karena sungai terlalu berbahaya untuk dilewati.
Berbeda lagi dengan siswa-siswa SD di Lebak, Banten yang harus bertaruh nyawa setiap kali pergi dan pulang sekolah karena harus melewati jembatan gantung yang putus. Sungguh miris dengan tersedianya dana APBD, PEMPROV bukan tanggap bertindak tapi sempat-sempatnya menyalahkan anak-anak yang melewati jembatan bersama-sama sehingga kelebihan beban dan rusak. Mengutip artikel dari tribunnews.com, "Jembatan kalau ditumpangi banyak orang kan bebannya berat. Ini kemarin jembatannya sudah tua dilalui 46 orang. Misal, anak SD per anak beratnya 30 kg, dalam kondisi bersamaan ada berapa ton? Belum lagi ada kendaraan. Kadang anak itu bukan hanya menyeberang, tetapi jembatannya digoyang-goyang, mengakibatkan kecelakaan," ujar Iti Octaviana (Sang Bupati) saat ditemui di lokasi jembatan yang putus, di Desa Pajagan, Lebak, Banten, Senin (16/3/2015).
Semoga kedepannya ada perubahan yang lebih baik dari pihak pemerintah untuk benar-benar memperhatikan dan memeratakan pendidikan bagi masa depan anak bangsa. Beruntung sebagian dari kita masih ada yang peduli dengan kondisi pendidikan di desa terpencil. Apresiasi yang besar untuk perjuangan yang dilakukan kawan-kawan dari Perahu Pustaka yang menyisiri pulau-pulau di Timur Indonesia untuk menebarkan virus membaca ditiap pulau yang mereka singgahi. Juga guru-guru relawan dari Indonesia Mengajar yang berhati besar dengan suka rela mendedikasikan waktu dan bekal akademisnya untuk mengajar anak-anak di daerah terpencil, berinteraksi, bersosialisasi dan beradaptasi dengan budaya setempat untuk memberi pemahaman akan kualitas hidup yang lebih baik lewat pendidikan. Semoga semakin mewabah perkumpulan yang hadir dan bergerak untuk memajukan pendidikan di desa terpencil dan tertinggal sehingga memperkecil perbedaan bumi dan langitnya pendidikan di kota besar dan kecil di negeri ini.